Fort Rotterdam
Siapa yang tidak mengenal bangunan ini? Bangunan yang
menjadi saksi sejarah yang dibangun dengan darah dan air mata puluhan tahun
silam. Bangunan yang selalu menguak kenangan disetiap diameternya. Ya, inilah
Benteng Ujung pandang atau dikenal dengan Fort Rotterdam. Menurut sejarah Benteng
ini dibangun pada abad ke-17 silam yaitu tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-X yang
bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga
Ulaweng. Pada awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat, seperti halnya
arsitektur benteng gaya Portugis. Bahan dasarnya campuran batu dan dan tanah
liat yang dibakar hingga kering. Namun, benteng ini pernah hancur saat Belanda
menyerang kesultananan Gowa yang pada sat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Berdasarkan
fakta sejarah bahwa tujuan Belanda menyerang karena ingin menguasai jalur
perdagangan rempah-rempah dan memperluas sayap kekuasaan untuk memudahkan
mereka membuka jalur ke Banda dan Maluku.
Armada perang Belanda pada waktu itu dipimpin oleh
Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon Speelman. Selama satu tahun penuh
Kesultanan Gowa diserang, serangan ini pula yang mengakibatkan sebagian benteng
hancur. Akibat kekalahan ini Sultan Gowa dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Gubernur Jendral Speelman kemudian
membangun kembali benteng yang sebagian hancur dengan model arsitektur Belanda.
Bentuk benteng yang tadinya berbentuk segi empat dengan empat bastion,
ditambahkan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng kemudian dinamakan
Fort Rotterdam, yang merupakan nama tempat kelahiran Speelman.
Sejak saat itu Benteng Fort Rotterdam berfungsi
sebagai pusat perdagangan dan penimbunan hasil bumi dan rempah rempah sekaligus
pusat pemerintahan Belanda di wilayah Timur Nusantara. Itulah sedikit mengenai
sejarah Fort Rotterdam.
Ada sedikit nuansa yang berbeda ketika memasuki wilayah
ini, atmosphere yang seolah-olah membawa
ke masa lalu. Bangunan-bangunan kuno yang terlihat memaksaku untuk ikut
menyaksikan kisah yang terjadi kala itu. Ada sedikit rasa penasaran mengenai
tulisan “Bastion Bone”, tanpa pikir panjang akupun berjalan kearahnya dan
menaiki anak tangga satu persatu, pelabuhan Makasar terlihat dari
arah sana dengan segala macam jenis mesin pengangkut serta beberapa bangunan
lainnya.
Beberapa bangunan yang dulunya sebagai kantor pemerintahan
Belanda dialih-fungsikan menjadi Museum, yakni Museum La Galigo. Di dalam
museum itu, terdapat berbagai macam artefak-artefak bersejarah dari Sulawesi Selatan
seperti; tempat pemandian bayi, aksesoris pengantin, sarung, tempat pembuangan
ludah, dan masih banyak lagi artefak yang menarik lainnya. Di dalam ruangan ini
hanya ada hentakan kaki yang terdengar beserta suara yang menyerupai bisikan menimbulkan
atmosphere yang seolah-olah membawaku
ke masa lalu, masa dimana adat istiadat dan kebudayaan masih sangat kental
dalam lapisan masyarakat Bugis Makassar.
Di lantai dasar Museum juga terdapat serentetan kisah tentang I La Galigo dan
Putri We Chu Dai.
Sepertinya rasa puas tak kunjung datang setelah
keluar dari Museum tersebut. Mengapa demikian? Karena masih ada satu lagi
Museum yang akan mengikis rasa penasaranku, yaitu Museum I La Galigo II. Museum
ini berjarak sekitar lima meter dari
museum tadi. Namun, sepertinya museum ini berbeda karena harus melepaskan alas
kaki dan menggantinya dengan alas kaki khusus untuk para pengunjung. Mengapa begitu?
Untuk mengurangi rasa penasaran, aku pun memasuki Museum tersebut, terdapat cctv disetiap sudut ruangan. Ternyata
hipotesa-ku benar bahwa tempat ini lebih banyak menampung artefak bersejarah,
mulai dari jenis batu, senjata, bentuk perahu, singgasana pengantin, lesung,
penumbuk padi dan masih banyak lagi alat-alat tradisional lainnya yang
terpajang rapi di seantero ruangan. Tak hanya itu, yang paling menarik
perhatian adalah perhitungan hari menurut sebagian kecil masyarakat bugis Makassar,
disitu dijelaskan hari yang paling baik dan hari yang tidak boleh dilakukan
untuk bepergian dan pada acara-acara sakral seperti acara pernikahan. Bagi yang
masih percaya dengan keyakinan nenek moyang bisa mengikuti perhitungan hari
tersebut.
Tidak hanya keindahan bangunannya yang bisa anda
nikmati, tanaman yang tertata rapi serta keindahan lingkungannya juga bisa anda nikmati.
Sedikit informasi bahwa mayoritas pengunjung di
Fort Rotterdam berasal dari berbagai daerah termasuk Belanda.
Let’s trip to Rotterdam!