Jumat, 22 April 2016

FORT ROTTERDAM


Fort Rotterdam
 
Siapa yang tidak mengenal bangunan ini? Bangunan yang menjadi saksi sejarah yang dibangun dengan darah dan air mata puluhan tahun silam. Bangunan yang selalu menguak kenangan disetiap diameternya. Ya, inilah Benteng Ujung pandang atau dikenal dengan Fort Rotterdam. Menurut sejarah Benteng ini dibangun pada abad ke-17 silam yaitu tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Pada awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat, seperti halnya arsitektur benteng gaya Portugis. Bahan dasarnya campuran batu dan dan tanah liat yang dibakar hingga kering. Namun, benteng ini pernah hancur saat Belanda menyerang kesultananan Gowa yang pada sat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Berdasarkan fakta sejarah bahwa tujuan Belanda menyerang karena ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dan memperluas sayap kekuasaan untuk memudahkan mereka membuka jalur ke Banda dan Maluku.
Armada perang Belanda pada waktu itu dipimpin oleh Gubernur Jendral Admiral Cornelis Janszoon Speelman. Selama satu tahun penuh Kesultanan Gowa diserang, serangan ini pula yang mengakibatkan sebagian benteng hancur. Akibat kekalahan ini Sultan Gowa dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Gubernur Jendral Speelman kemudian membangun kembali benteng yang sebagian hancur dengan model arsitektur Belanda. Bentuk benteng yang tadinya berbentuk segi empat dengan empat bastion, ditambahkan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng kemudian dinamakan Fort Rotterdam, yang merupakan nama tempat kelahiran Speelman.
Sejak saat itu Benteng Fort Rotterdam berfungsi sebagai pusat perdagangan dan penimbunan hasil bumi dan rempah rempah sekaligus pusat pemerintahan Belanda di wilayah Timur Nusantara. Itulah sedikit mengenai sejarah Fort Rotterdam.
Ada sedikit nuansa yang berbeda ketika memasuki wilayah ini, atmosphere yang seolah-olah membawa ke masa lalu. Bangunan-bangunan kuno yang terlihat memaksaku untuk ikut menyaksikan kisah yang terjadi kala itu. Ada sedikit rasa penasaran mengenai tulisan “Bastion Bone”, tanpa pikir panjang akupun berjalan kearahnya dan menaiki anak tangga satu persatu, pelabuhan Makasar terlihat dari arah sana dengan segala macam jenis mesin pengangkut serta beberapa bangunan lainnya.
Beberapa bangunan yang dulunya sebagai kantor pemerintahan Belanda dialih-fungsikan menjadi Museum, yakni Museum La Galigo. Di dalam museum itu, terdapat berbagai macam artefak-artefak bersejarah dari Sulawesi Selatan seperti; tempat pemandian bayi, aksesoris pengantin, sarung, tempat pembuangan ludah, dan masih banyak lagi artefak yang menarik lainnya. Di dalam ruangan ini hanya ada hentakan kaki yang terdengar beserta suara yang menyerupai bisikan menimbulkan atmosphere yang seolah-olah membawaku ke masa lalu, masa dimana adat istiadat dan kebudayaan masih sangat kental dalam lapisan masyarakat Bugis Makassar. Di lantai dasar Museum juga terdapat serentetan kisah tentang I La Galigo dan Putri We Chu Dai.
Sepertinya rasa puas tak kunjung datang setelah keluar dari Museum tersebut. Mengapa demikian? Karena masih ada satu lagi Museum yang akan mengikis rasa penasaranku, yaitu Museum I La Galigo II. Museum ini berjarak sekitar lima meter dari museum tadi. Namun, sepertinya museum ini berbeda karena harus melepaskan alas kaki dan menggantinya dengan alas kaki khusus untuk para pengunjung. Mengapa begitu? Untuk mengurangi rasa penasaran, aku pun memasuki Museum tersebut, terdapat cctv disetiap sudut ruangan. Ternyata hipotesa-ku benar bahwa tempat ini lebih banyak menampung artefak bersejarah, mulai dari jenis batu, senjata, bentuk perahu, singgasana pengantin, lesung, penumbuk padi dan masih banyak lagi alat-alat tradisional lainnya yang terpajang rapi di seantero ruangan. Tak hanya itu, yang paling menarik perhatian adalah perhitungan hari menurut sebagian kecil masyarakat bugis Makassar, disitu dijelaskan hari yang paling baik dan hari yang tidak boleh dilakukan untuk bepergian dan pada acara-acara sakral seperti acara pernikahan. Bagi yang masih percaya dengan keyakinan nenek moyang bisa mengikuti perhitungan hari tersebut.
Tidak hanya keindahan bangunannya yang bisa anda nikmati, tanaman yang tertata rapi serta keindahan lingkungannya juga  bisa anda nikmati.
Sedikit informasi bahwa mayoritas pengunjung di Fort Rotterdam berasal dari berbagai daerah termasuk Belanda.
Let’s trip to Rotterdam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar